Cerpen Religi "Super Nova" ~ newbieXpose
Anda Bisa Memberikan Donasi Pada Blog Ini Dengan Klik Iklan Dibawah ini atau Banner atau Menjadi Follower atau Berkomentar, Terima Kasih Atas Bantuannya

Cerpen Religi "Super Nova"

KEPIN G 37
Kado Hari Jadi
ebook by senna aet

Mawar. Aster. Krisan. Anggrek.
Pria itu menggeleng. Bank. Kekasihnya hanya tertarik pada bunga bank. Bukan karena gila harta, tapi semata-mata tak suka tanaman.
Main ski ke Swiss. Cokelat Swiss. Jam tangan Swiss.
Pria itu menggeleng lagi. Pisau. Kekasihnya berpendapat pisau Swiss termasuk salah satu temua n terjenius sepanjang peradaban manusia, dan ia sudah punya sedikitnya dua belas. Tak ada gunanya menambahkan lagi satu. Sepercuma buang garam ke laut. Sesalah buang gula ke teh hijau.
"Tambah orha-nya. lagi, Pak Dhimas?"
Pria itu mendongak. Ada ribuan pilihan tempat untuk makan siang di kota Jakarta, tapi ia selalu memilih makan sushi di tempat sama, hampir empat kali seminggu, dan pelayan ini sudah dikenalnya lima tahun lebih tapi masih memanggilnya dengan sebuta n Pak'. Tiap kali tanpa jera Dhimas mengingatkan, panggi l 'Mas' , janga n Pak' . Dan semakin diingatkan semakin ia melanggar.
"Heru, kalau kamu sudah pacaran denga n oran g dua belas tahun, kamu mau kasih kado apa?" Dhima s bertanya.
Pelayan bernama Heru memandan g langit-langit, berusaha lari dari pertanyaan aneh itu. "Dua belas tahun , Pak?"
"Dan jangan panggil saya Tak'."
"Saya belum pernah pacaran sampai selama itu, P—maaf."
"Dikira-kira saja,"
Heru mengernyitkan kening. Pertanyaan ini terlampau pelik untuk pukul 12 siang. "Mmm . . . kala u suda h du a belas tahun , harusnya semuanya sudah dikasih, ya."
"Jadi, nggak perlu kasih apa-apa lagi?"
Heru mengangguk kilat. Malas membahas .
"Ocha satu pot lagi."
"Baik, Pak."
Dhimas memandangi Heru berlalu sambil berpikir, mungkin sudah saatnya ia menyerah. Berhenti mengoreksi. Tapi ia belum mau menyerah untuk yang satu ini. Semestinya ada yan g bisa dipersembahkan,atau dilakukan, sekalipun telah ia kenali Ruben sebaik dirinya sendiri, dan dirinya tidak butuh apa-apa, Hanya cinta.
Duabelas tahun bukan waktu yang singkat. Tidak untu k pasangan gay. Akan lebih mudah bagi mereka jika punya cincin emas tanda pengikat, yang merangkap fungsi sebagai stiker 'Awas Anjing Galak!', karena apabila ada apa-apa dengan ikatan keduanya, keluarga, negara, bahkan mungkin
Tuhan, siap merangsak ngamuk. Namun jendela hidup mereka polos tanpa stiker. Barangkali cuma Cinta. Dan Cinta tak butuh aksara.
Dhima s merai h telepo n genggam . Hanya sat u tombo l untu k menghubungkanny a dengan Ruben. Hanya satu nada panggil, telepon itu diangkat:
. ".. . ya!"
"Halo, Ruben—*
'' . . tapi, kan, saya sudah bilang, kalau mau memakai pendekatan kualitatif, Anda tidak bisa menganalisanya dengan cara begini, dong!"
"Ruben ... "
"Bubarkan saja ini penelitian! Ngapain saya ikut susah!"
"Ben ... "
"Ya!" ."
"Kamu ngomon g sama siapa, sih?"
"Silakan Anda bawa pulang ini semua! Buang ke fakultas lain!"
"Aku telepon lag—"
Klik. Atau lebih tepat lagi 'tut' . Terputus. Dhimas menghela napas. Perlahan meletakka n teleponnya, dan meraih poci ocha sebagai ganti. Kekasihnya tidak butu h apa-apa. Hanya sedikit terapi jiwa. Mungkin sudah saatnya ia menyerah. Melewatkan satu lagi hari jadi tanpa cendera mata.
karena kepanjangan download file pdf Klik disini

0 comments:

Posting Komentar