Senja itu ketika langit di ujung barat memerah, burung-burung bergelombolan pulang ke sarangnya,daun turi merapikan dirinya,berhimpit untuk beristirahat.Tapi di tengah-tengah pematang sawah Lan masih asyik duduk entah apa yang ia pikirkan sebagai anak dari delapan bersaudara dengan ekonominya yang lemah lembut.
Perlahan dunia di belahan itu mulai gelap,dari kampung sebelah terdengar suara azan.Lan tersentak, ia bangun dari tempat duduknya dan mengambil karung putih berisi rumput lalu dibopongnya.
Sesampainya di depan rumah ia membelokkan arahnya ke sebelah barat rumahnya,di sanalah ia melepas beban yang dibawanya dari sawah ke rumah yang berjarak sekitar delapan kilometer. Di dalam pagar dengan bambu yang seharusnya sudah tak layak pakai ada seekor kambing yang tidak begitu besa,itulah satu-satunya harapan Lan yang nantinya bias membantu memenuhi sedikit keperluannya yaitu dari hasil penjualan hewan tersebut.
Dari dalam rumah terdengar panggilan.
“Lan anakku cepat mandi, shalat, nanti waktu shalat magrib habis”.
“ya umi” sahut Lan , sambil mengelus-elus binatang peliharaannya.
Selesai mandi dan shalat Lan dan keluarganya berkumpul menyantap hidangan makan malam yang hanya bermenukan singkong dan sedikit serbuk kelapa (kelapa yang sudah diparut). Tak pernah ada complain dari mereka mengapa menu makan malam hanya singkong, itupun hampir tiap malam, jarang sekali mereka menyantap ikan apalagi daging.
“Pak,saya berniat besok saya mau kerja di pasar sebagai kuli, mungkin itu bisa sedikit membantu kita dalam memenuhi kebutuhan” Ungkap Lan tiba-tiba membuka pembicaraan.
Yah,memang itulah pekerjaan yang bisa ia lakukan sebagai siswa yang hanya sampai di kelas lima SD.Karena ekonomi yang sangat tidak mendukung.Dan ia menyadari itu ia terima itu semua dengan besar hati karena ia tahu di negaranya hanya orang-orang yang kaya yang bisa menuntaskan pendidikan dan yang miskin keuntungan besar bagi mereka tamat SMP walau mereka rajin dan pintar.
“Nak,kamu itu masih terlalu kecil untuk melakukan pekerjaan itu,bapak rasa kamu belum mampu”.
“Lagi pula masih ada kami orang tuamu yang bekerja” sambung uminya.
“Tapi umi,apa salahnya saya membantu kalian berdua bekerja?” sangkalnya.
“Memang tidak salah nak,tapi kami sebagai orang tuamu khawatir kalau kamu tida mampu melakukan pekerjaan itu”.
“Umi,adik-adik saya harus sekolah, kalian juga pastinya tidak mau melihat mereka putus sekolah sepertiku, ya kan?”
Lan memanfg tidak sampai tamat SD,tapi pikirannya begitu dewasa,ia ingin membantu adik-adiknya sampai sekolahnya selesai bahkan sampai ke perguruan tinggi.
Selesai makan,Lan duduk di teras rumahnya di atas kursi tua panjang.Bapaknya datang menghampiri dan duduk di sebelah Lan,sehingga kursi yang di duduki terasa hamper roboh.Tapi bagi mereka hal itu tak aneh karena mereka telah terbiasa dengan keadaan yangseperti itu.
“Lan,kamu yakin mau bekerja di pasar sebagai kuli nak?” Tanya bapaknya.
“Ya pak, tentunya kalau bapak mengizinkan Lan untuk bekerja di sana?”.
“Bukannya bapak tidak mengizinkan kamu nak,tapi bapak khawatir kalau kamu tidak mampu melakukan pekerjaan itu”. Bapak menghentikan bicaranya lalu ia mendekatkan jarak dengan anaknya,sambil memegang pundak anaknya,sang ayah berkata
“Jadi kuli itu susah nak, barang yang mau di angkat pasti berat-berat,itu yang bapak khawatirkan apa lagi kamu masih terlalu muda untuk menekuni profesi itu”.
“Tapi pak,di rumah saya tidak ada kerjaan selai mengembala kambing,jadi saya punya banyak waktu untuk bekerja”. Jawab lan,
Ia merayu bapaknya dengan segala cara agar ia diizinkan bekerja di pasar. Lan memang seorang yang konsekuensinya tinggi, selama ia menganggap bahwa apa yang akan ia lakukan itu adalah baik, ia akan tetap melakukannya. Sampai akhirnya ia diizinkan bekerja sebagai kuli di pasar.
Keesokan paginya yang juga merupakan hari pertama Lan untuk mengadu nasibnya di tengah keramaian pasar untuk mencari rizki sebagai kuli.
Lan berangkat dari rumah dengan harapan mendapatkan hasil yang lumayan. Tapi kenyataannya sesampainya di pasar sampai para pedagang mengemas barang-barangnya hendak pulang. Lan hanya mendapatkan upah sebanyak tujuh ribu lima ratus rupiah. Walaupun begitu,ia sangat bersyukur karena uang sebanyak itu bisa cukup membantu memenuhi kebutuhan Land an keluarganya pada masa itu. Sepulang dari pasar Lan pergi ke sawah untuk mencarikan binatang peliharaannya makanan.begitu seterusnya rutinitas yang di lakukan Lan dalam kesehariannya.
Hingga tiba pada suatu masa dimana masa ini merupakan masa yang dann anti-nantikan Lan yaitu binatang peliharaanya kini sudah berbadan besar dan dalam pikirannya sudah waktunya binatang itu di jual. Dari awal ia memelihara binatang itu yang merupakan pemberian dari pamannya (adik dari uminya). Ia telah menanamkan niat bahwa jika binatang ini besar nanti ia akan menjualnya dan membeli sepeda motor.
Harapannya kini tercapai,dari hasil penjualan binatang tersebut ia bisa membeli sepeda motor walaupun tak sebagus dan semahal yang kawan-kawannya punya.
Orang tuanya tidak melarang ataupun menegurnya karena mereka berfikir Lan pantas mendapatkan hal itu karena selama ini Lan telah bersusah payah mengurus binatang peliharannya
Namun, semenjak Lan mempunyai sepeda motor itu banyak perbedaan yang terjadi padanya. Ia mulai malas kerja,ia lebih senang keluar bersama teman-temannya,membuat onar dimana-mana, berkelahi sesame temannya,sepertinya Lan sudah terpengaruhi oleh pergaulannya. Memang masa-masa muda adalah masa yang berapi-api,emosi sangat cepat naik sehingga perkelahian bisa terjadi. Lan jadi liar,jarang pulang dan bahkan dalam satu minggu ia hanya pulang dua atau tiga kali,itupun ia pulang untuk makan,setelah selesai ia keluar lagi.
Perubahan yang terjadi pada Lan sudah kulai dirasakan oleh keluarga dan tetangganya. Namu Lan tidak pernah menghiraukan hal itu, ia asyik dengan dunianya yang sekarang.
“Sekarang kak Lan sudah tidak seperti dulu lagi, ia tak mau mendengarkan kata-kata kita,bahkan kalau kita tegur di marah-marah”.kata salah satu adinya Lan kepada uminya. Uminya sudah tahu sifat Lan yang sekarang tdak menjawab apa-apa,ia hanya menghela nafas lalu masuk ke dapur.
Pada suatu siang sepulang pak Azim (bapaknya Lan) dari sawah, ia melihat dua buah sepeda motor berwarna hitam tanpa merek dan berplat merah. Ia bergumam pada dirinya sendiri siapa pemilik sepeda motor itu? Kalau itu temanku,perasaan saya tidak punya teman yang punya sepeda motor seperti itu,atau sekarang mereka sudah memiliki moto, Ah tidak mungkin kalaupun ia,masa mreka mau beli motor yang kembar. Dia terheran danterus bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Tapi untuk memastikan ia cepat-cepat masuk ke bangunan tua yang berdindingkan bata mentah dan mulai terkikis oleh air hujan. Di sana ia melihat dua orang bapak-bapak berpakaian rapi berjaket hitam dengan badan tegap tinggi dan gagah. Sebelumnya saya tidak pernah kedatangan tamu seperti ini,pikirnya.
“Ayok pak duduk”. Ajakan yang di lontarkan oleh anaknya yang nomer tiga membuyarkan pikiran sang bapak tentang dua orang yang ada di depannya.
Dengan beralaskan tikar pandan yang masih lumayan bagus pak Azim duduk di kiri orang tersebut tepatnya dekat pintu yang menghadap selatan. Ia tersenyum kepada kedua orang itu dengan penuh keramahan tetapi di balik itu ia sangat penasaran tentang mereka dan apa tujuan mereka datang ke rumahnya.
Sambil mengulurkan tangan salah satu tamunya berkata
“Selamat siang pak,anda bapaknya Lan kan?”
Mendengar pertanyaan itu keheranan dan kepenasaran pak Azim semakin memuncak. Dalam hatinya ia bertanya-tanya. Ada apa dengan anakku? Apa dia telah melakukan kesalahan? Lalu pak Azim menjabat tangan tamunya sambil berkata.
“Selamat siang, ia benar saya bapaknya Lan,ada apa dengan anak saya pak?”
“Kami dari kepolisian pak” jawab salah satu tamunya sambil mengeluarkan kartu anggota kepolisian dari saku dalam jaketnya.
“Kami kesini untuk menginformasikan bapak kalau si Lan sedang kami proses di kantor polisi……” Mendengar kata-kata itu pak Azim dan Ridwan yang dari tadi duduk bersamanya terkejut. Belum selesai tamunya berbicara ia langsungmenyambutnya dengan pertanyaan,mungkin karena khawatir dan cemasnya.
“Ada apa dengan anak saya pak? Apa dia melakukan kesalahan yang fatal sehingga dia ditangkap polisi?”
“Tenang dulu pak,bapak tidak perlu khawatir,anak bapak baik-baik saja,dia kami bawa ke kantor polisi karena dia terlibat dalam perkelahian yang menyebabkan seorang pemuda luka parah”.
Terasa darah segar mengalir deras ke kepala pak azim yang diikuti keringat dingin membasahi keningnya yang mulai mengkerut,badan yang tadinya sudah lelah selesai kerja di sawah kini terlihat semakin tak berdaya,wajahnya memucat.
“Mari pak ikut kami ke kantor polisi untuk memberi keterangan tentang anak bapak”.kata salah satu tamunya yang dari tadi diam.
Pak Azim seperti membeku setelah mendengar informasi tersebut, tak ada gerakan sedikitpun,kelopak matanya yang keriput bahkan tidak bergerak.Ia tak menghiraukan kata-kata pak polisi yang mengajaknya ikut ke kantor polisi.
“Pak,bapak tidak perlu khawatir anak bapak tidak kami tangkap,kami Cuma membawanya ke kantor polisi untuk mencari keterangan atas keterlibatannya dalam insiden itu,tapi kalau memang dia tidak bersalah kami akan mengembalikan anak bapak”. Kata pak polisi seraya menepuk pundak pak Azim.
“Ah, ya pak, mari” balasnya gugup. Pak Azim di bonceng ke kantor polisi. Sesampainya di sana ia melihat anaknya dan beberapa orang lainnya sedang di mintai keterangan oleh polisi.pak Azim menghampiri anaknya.
“Ada apa denganmu nak?” tanya pak Azim pada anaknya. Tapi Lan tidak menjawab apa-apa, ia hanya menunduk.
“Nak, bapak sudah beberapa kali menasihatimu untuk tidak berkelakuan seperti itu,tapi mengapa kamu tetap saja seperti itu?,kamu tidak kasihan sama bapak?, bapak malu nak” kata bapaknya dengan suara lirih dan hendak mengeluarkan air mata.
“Lan tidak bersAlah pak,Lan tidak pernah ikut dalam kejadian itu, semuanya juga tau kalau Lan tidak bersalah, Lan ada di tempat kejadian itu hanya untuk menyaksikan peristiwa itu saja pak”
“Ayo pak silahkan duduk” pak Azim dipersilahkan duduk oleh petugas yang dari tadi mengore-ngorek informasi.
Setelah di mintai keterangan lebih lanjut dan mendapat pembelaan dari kawan-kawannya yang dari tadi menemani Lan kalau ia tidak bersalah sama sekali,tetapi sayangnya semua usaha mereka tak berguna.Tetapi saja Lan di tuduh sebagai pelaku yang terlibat dalam perkelahian itu. Hanya karena tidak bisa memenuhi persyaratan yang di buat polisi secara personal,meski sebenarnya Lan tidak bersalah apa-apa.
Kali ini pak Azim benar-benar tak berdaya,kaki tuanya gemetar lemas,ia tak tahan dengan apa yang berusan ia dengar kalau anaknya bersalah. Tak lama kemudian datang seorang polisi yang menyeret Lan menuju sel.
Sebelum masuk Lan menghampiri bapaknya yang dari tadi mengikuti Lan dari belekang,
“Maafkan saya pak,bapak lebih tau siapa Lan yang sebenarnya, ini bukan maunya Lan pak” kata Lan kepada bapaknya dengan lirih dan berusaha tegar agar bapaknya tidak terlalu bersedih dengan keadaan tersebut.
Pak Azim memeluk anaknya sambil berkata
“Ya nak, bapak tau siapa kamu, kamu tenang saja bapak akan berusaha untukmu di pengadilan nanti dan ini bukan maunya kita nak”.
Lan melangkah masuk ke dalam sel,lalu bapaknya pergi meninggalkan Lan sendirian, Lan hanya diam merenungkan nasibnya yang kini berlabuh di kamar sepi berpintu terali besi. Ia bertanya pada dirinya sendiri “Mengapa di negeriku seperti ini? Yang tidak salah di salahkan? Ahh.. tapi ini bukan mauku, ini maunya mereka”. Perlahan bulir-bulir air matanya jatuh lalu ia terbaring lemas di atas karpet hitam yang telah di sediakan.
buah karya anak SMANSA Keruak
1 comments:
memang banyak sekali hal seperti ini terjadi. sungguh miris, orang yang berpendidikan tidak bisa melakukan dan berkelakuan seperti layaknya orang yang berpendidikan, sedangkan pendidikan hanya terbatas untuk kalangan yang memiliki rezeki lebih. ilmu yang diraih orang tidak terbatas, tetapi negara ini membatasi dengan sebesar apa kita mampu memberi. semoga selalu ada orang yang mengerti dan bisa bertindak lebih arif. cerpen yang bagus...
Posting Komentar