Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ~ newbieXpose
Anda Bisa Memberikan Donasi Pada Blog Ini Dengan Klik Iklan Dibawah ini atau Banner atau Menjadi Follower atau Berkomentar, Terima Kasih Atas Bantuannya

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dalam Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Kelas X Pada Materi Pokok Logika Matematika  
SMA Negeri 1 Sakra Tahun Pembelajaran 2010/2011

BAB II
LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A.    Analisis Teoritis
1.    Konsep Pembelajaran
Sobat Serambi, Pembelajaran merupakan suatu proses terjadinya interaksi belajar dan mengajar dalam suatu kondisi tertentu yang melibatkan beberapa unsur, baik unsur intrinsik maupun ekstrinsik yang melekat pada siswa dan guru termasuk lingkungan. Pengertian ini sejalan dengan penegasan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang, 2003) yang menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Siswa sebagai peserta didik yang berada dalam suatu kelompok atau kelas pembelajaran, belum tentu memiliki kemampuan dan karakteristik yang sama. Oleh karena itu, dalam menyusun perencanaan pembelajaran guru perlu melakukan analisis kemampuam awal dan karakteristik siswa. Dalam melakukan analisis karakteristik siswa menurut Suwardi (2007: 35) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1) karakteristik siswa yang terkait dengan kemampuan intelektual, kemampuan berpikir, mengucap dan kemampuan psikomotornya, 2) karakteristik siswa yang terkait dengan latar belakang siswa, baik latar belakang ekonomi, sosial dan budaya, dan 3) karakteristik siswa yang terkait dengan sikap, perasaan dan minatnya.
Dalam proses pembelajaran akan ada hasil yang diharapkan. Gagne (Herman Hudojo, 1988: 29-31) menyebutkan lima kategori umum kecakapan dalam pembelajaran sebagai hasil akhir pembelajaran yakni kecakapan intelektual, strategi-strategi kognitif, kecakapan verbal, kecakapan motorik dan kecakapan sikap. Agar pembelajaran lebih efektif, Muijs & Reinol (2005: 30-32) menyebutkan  6 (enam)  elemen utama agar pembelajaran berlangsung efektif yaitu: 1) mempunyai sruktur yang jelas, 2) materinya dipersentasikan secara terstruktur dan jelas, 3) pembelajaran dirancang untuk memberikan keterampilan dasar dengan kecepatan langkah yang telah ditentukan, 4) mendemonstrasikan model pembelajaran secara jelas dan terstruktur, 5) menggunakan pemetaan konseptual dan 6) interaksi tanya jawab.
Hamilton & Elizabeth (1994: 9) mendefinisikan pembelajaran sebagai “learning is a relatively permanent change in an individual’s knowlegde or behavior that results from previous experience”. Definisi ini mengandung pengertian bahwa pembelajaran merupakan perubahan dalam pengetahuan atau prilaku, perubahan yang ditimbulkan oleh pembelajaran relatif permanen dan pembelajaran timbul dari pengalaman sebelumnya.
Pembelajaran dapat muncul dalam tiga bentuk. Bruner (Herman hudojo, 1988: 56-57) membedakan antara bentuk enaktif yakni pembelajaran yang dilakukan dengan cara memanipulasi objek secara aktif, ikonik yakni pembelajaran yang dilakukan melalui representasi gambaran yang diperoleh dari pengalaman inderawi dan simbolik adalah pembelajaran yang dilakukan melalui representasi pengalaman yang abstrak yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut.
Hamzah B Uno, (2007: 9) menyebutkan bahwa secara umum strategi pembelajaran terdiri atas 5 komponen, yaitu: 1) kegiatan pembelajaran pendahuluan, 2) penyampaian informasi, 3) partisipasi peserta didik, 4) tes, dan 5) kegiatan lanjutan. Selanjutnya Hamzah B.Uno, (2007: 25) mengklasifikasikan tiga model atau pendekatan pembelajaran sosial yaitu: 1) model pembelajaran bermain peran, 2) model pembelajaran bermain sosial dan 3) model telaah atau kajian yurisprudensi.
Dari tiga  pendekatan pembelajaran di atas, dapat dijelaskan bahwa strategi pembelajaran dan model pembelajaran sangat berpengaruh terhadap hasil pembelajaran. Strategi pembelajan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga anak didik bisa tertarik dan menyenangkan untuk belajar. Model pembelajaran juga harus tepat disesuakan dengan materi dan tidak monoton. Keadaan seperti ini akan mengarah pada pencapaian hasil pembelajaran yang efektif.
Pada dasarnya pendapat di atas mengisyaratkan bahwa dalam mengajar seorang guru harus membuat langkah-langkah pembelajaran. Langkah-langkah yang dimaksud adalah mengidentifikasi tujuan umum pembelajaran, melaksanakan analisis pembelajaran, menganalisis karakter siswa sebagai pembelajar,  merumuskan tujuan pencapaian pembelajaran, menyusun instrumen penilaian, mengembangkan strategi pembelajaran, mengembangkan dan menyeleksi materi pembelajaran, merancang dan melaksanakan evaluasi formatif pembelajaran, merevisi pembelajaran  dan merancang / melaksanakan evaluasi sumatif.
Gagne (Joyce, et al., 1992: 371-372) menyebutkan enam ragam pencapaian yang merupakan hasil dari pembelajaran yaitu specific responding, chaining, multiple discrimination, classifying, rule using, dan problem solving. Pernyataan tersebut mengandung pengertiaan bahwa hasil yang diharapkan dalam proses pembelajaran adalah dapat memberikan tanggapan khusus terhadap stimulus tertentu, membuat serangkaian respons yang saling berkaitan, digunakan dalam mempelajari beragam respon dengan cara memilahnya dengan benar, memasukan objek ke dalam kelas atau golongan yang menunjukan kesamaan fungsi, kemampuan untuk bertindak berdasarkan konsep yang mengimplikasikan perbuatan dan pemecahan masalah.
Sejalan dengan itu, Wina Sanjaya (2010: 52-56 ) menyebutkan bahwa terdapat 4 faktor yang mempengaruhi kegiatan proses pembelajaran yaitu: (1) guru, yang merupakan komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran, (2) siswa, merupakan organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya yang dipengaruhi pupil formative experiences dan pupil properties, (3) sarana dan prasana, misalnya media pembelajaran, perlengkapan sekolah, jalan menuju sekolah, kamar kecil dan lain-lain, dan (4) faktor lingkungan, yang terdiri dari organisasi kelas dan iklim sosial-psikologis.
Bila dikaitkan dengan matematika, maka belajar matematika merupakan suatu pengalaman yang diperoleh peserta didik melalui interaksi dengan matematika dalam konteks kegiatan belajar mengajar. Hal ini tidak terlepas dari karakteristik matematika sebagai bahan pelajaran. Matematika sebagai bahan pelajaran yang objeknya berupa fakta, konsep, operasi, dan prinsip yang kesemuanya adalah abstrak. Oleh sebab itu belajar matematika memerlukan sebagian kegiatan psikologi seperti melakukan abstraksi, klasifikasi, dan generalisasi. Mengabstraksi berarti memahami kesamaan dari berbagai objek yang berbeda, mengklasifikasi berarti memahami pengelompokan dari berbagai objek berdasarkan kesamaan, dan menggeneralisasi berarti menyimpulkan susatu objek berdasarkan pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-contoh yang khusus.
Matematika selain objeknya yang abstrak dan strukturnya yang berpola deduktif, juga menggunakan simbol-simbol. Sebagai suatu struktur dan hubungan-hubungan, matematika menggunakan simbol-simbol untuk membantu memanipulasi aturan-aturan dengan operasi yang ditetapkan. Simbolisasi berfungsi sebagai komunikasi yang dapat diberikan keterangan untuk membentuk suatu konsep baru. Konsep tersebut dapat terbentuk apabila sudah memahami konsep sebelumnya.
Sebagaimana disinggung diatas, bahwa objek pembelajaran matematika adalah abstrak. Meskipun menurut teori Piaget bahwa siswa usia sekolah menengah sudah berada pada tahapan opearsi formal, namun tidak ada salahnya memperjelas konsep yang diajarkan hendaknya  guru menggunakan metode yang variatif.
Berangkat dari pernyataan diatas, pembelajaran matematika di SMA Negeri 1 Sakra masih berpusat pada guru (teacher-contered learning), melainkan pembelajaran hendaknya dipusatkan kepada siswa  (students contered learning) dan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
Model pembelajaran yang diharapkan agar aktivitas belajar berpusat pada siswa adalah model belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil. Aktivitas belajar siswa tersebut dapat ditemukan di dalam model pembelajaran kooperatif yakni tipe Jigsaw.
2.    Konsep Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan model pembelajaran dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling kerja sama dan saling membantu untuk memahami materi. 
Johnson and Johnson (Orlich, et al., 2007: 273) memberikan definisi cooperative learnig is learning based on a small-group approach to teaching that holds students accountable for both individual and group achievement. Definisi ini senada dengan pendapat Stahl (1994: vii) bahwa “cooperative learning is equeted with any group activity or project since all members of these groups are expected to cooperate in order to complete their assignments”. 
Slavin (1994: 2) merumuskan pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
Cooperative learning refers to a variety of teaching methods in which students work in small groups to help one another learn academic content. In cooperative classrooms, students are expected to help each other, to discuss and argue with each other, to assess each other’s current knowledge and fill in gaps in each other understands. Cooperative work rarely replaces teacher instruction, but rather replaces individual seat work, individual study, and individual drill. When properly organized, students in cooperative groups work with each other to make certain that everyone in the group has mastered the concepts being taught.

Definisi di atas menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif mengacu kepada metode pembelajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif siswa diharapkan untuk saling membantu, berdiskusi, berdebat, saling menilai pengetahuan terbaru dan saling mengisi kelemahan dalam pemahaman masing-masing.
Orlich, et al., (2007: 275-278) menyebutkan 8 manfaat pembelajaran kooperatif yaitu: 1) meningkatkan pemahaman terhadap pengetahuan dasar, 2) memberi penguatan terhadap keterampilan sosial, 3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat keputusan, 4) menciptakan lingkungan belajar yang aktif, 5) meningkatkan kepercayaan diri siswa, 6) menghargai perbedaan gaya belajar, 7) meningkatkan tanggung jawab siswa dan 8) terfokus pada keberhasilan setiap siswa. Pembelajaran kooperatif juga memiliki aspek-aspek: 1) saling ketergantungan dan bersifat positif, 2) interaksi langsung  3) kepercayaan individu, 4) mengembangkan keterampilan sosial dan 5) evaluasi kelompok.
Roger & David (Lie, 2010: 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok. Sedangkan pengelolaan kelas cooperative learning berupa pengelompokan, semangat cooperative learning dan penataan ruang kelas (Lie, 2010: 38-39).
Orlich, et al. (2007: 274) menyebutkan 5 (lima) karakteristik pembelajaran kooperatif. Karakteristik yang dimaksud adalah uses small groups of three of four students (microgroups), focuses on tasks to be accomplished, requires group cooperation and interaction, mandates individual responsibility to learn and support division of labor. Kelima karakteristik yang dimaksud adalah 1) menggunakan kelompok kecil tiga atau empat orang siswa, 2) berfokus pada penyelesaian tugas-tugas, 3) terjadi kerja sama dan interaksi kelompok, 4) tanggung jawab pribadi untuk belajar, dan 6) mendukung kerja kelompok.
Dalam pembelajaran kooperatif dapat dikembangkan beberapa teknik. Slavin (1994: 5) menyebutkan: Three are general cooperative learning methods adaptable to most subjects and grade levels: student teams-achievement divisions (STAD), team-games-tournaments (TGT), and jigsaw II. Sedangkan Stahl (1994: iv-vi) menyebutkan bahwa selain tiga teknik tersebut dapat juga dikembangkan teknik lain, seperti Jigsaw III, Achieving cooperative learnig thoght structured, Group investigation, Co-op co-op, The Pro-con cooperative group strategy dan the cooperative group research paper project.
Pembelajaran kooperatif, selain membutuhkan kerja sama yang baik dalam kelompok, juga membutuhkan tanggung jawab individu dan kelompok. Lungdren (Isjoni, 2010: 13-14) memandang bahwa dalam cooperative learning terdapat unsur sebagai berikut: para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama “,  para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain, para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama, para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab, para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan, para siswa berbagi kepemimpinan dan keterampilan bekerjasama selama belajar, dan setiap siswa mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif
Sehubungan dengan itu, Stahl (1999: 10-14) menyebutkan bahwa bahwa terdapat 10 unsur mendasar dalam pembelajaran kooperatif: (1) clear set of specific student learning outcome objectives, (2) common acceptance of the student outcome objectives, (3) positive interdependence, (4) face-to-face interaction, (5) individual accountability, (6) public recognition and rewards for group academic success, (7) heterogeneous groups, (8) positive social interaction behavior  and attitudes, (9) postroup reflection (debriefing) over group process, and (10) sufficient time for learning.
Dari pendapat di atas dapat dimengerti bahwa terdapat sepuluh unsur mendasar dalam setiap pembelajaran kooperatif. Kesepuluh unsur tersebut adalah seperangkat tujuan khusus hasil pembelajaran siswa, penerimaan umum terhadap tujuan hasil siswa, interpendensi positif, interaksi tatap muka, pertanggungjawaban individu, pengakuan publik dan penghargaan bagi keberhasilan akademik kelompok, kelompok heterogen, perilaku dan sikap interaksi sosial positif,  renungan pasca kelompok (debriefing) mengenai proses kelompok, dan waktu belajar yang cukup.
 
(untuk refrensi lengkapnya : Download disini) semoga bermanfaat untuk kita semua, salam hangat Serambi

2 comments:

Didi mengatakan...

gOOD jOB

Unknown mengatakan...

Terima kasih telah membagi skripsi tentang pembelajaran kooperatif Jigsaw. Mungkin artikel ini: melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw juga bermanfaat untuk dibaca. Salam.

Posting Komentar